Sudah 7 hari berlalu sejak Trump dinyatakan memenangi Electoral Election US. Kemenangan Trump atas Hillary Clinton cukup mengejutkan banyak pihak, pasalnya Clinton dinilai memiliki lebih banyak pendukung dan Trump lebih banyak memiliki ‘haters’ atas kebijakan-kebijakan kontroversialnya saat kampanye berlangsung.
Setelah Trump dinyatakan menang, publik global langsung merespon kuat atas terpilihnya Trump ini, baik secara sosial maupun ekonomi. Secara sosial, demonstran Anti Trump telah mulai beraksi dengan berunjuk rasa di sejumlah negara bagian.
Baca juga: Donald Trump Jadi Presiden AS, Bencana untuk Pasar Uang?
Sementara di bidang ekonomi, jelas para investor lah yang cenderung memiliki sentimen kuat atas terpilihnya Trump ini. Apalagi beberapa kebijakan kontroversialnya saat kampanye. Beberapa kebijakan tersebut antara lain seperti di bawah ini:
Saat kampanye, Trump berjanji akan menaikkan anggaran belanja pemerintah khusus untuk pembangunan infrastruktur. Termasuk rencananya untuk membangun ‘Great Wall’ untuk memproteksi diri dari Mexico.
Bila benar akan direalisasikan, tentu saja kebijakan ini akan membutuhkan dana yang tidak sedikit, serta kemungkinan akan meningkatkan hutang AS.
Trump berencana untuk menggaet kembali dana korporasi AS di luar negeri melalui penjualan obligasi dengan yield yang menjanjikan.
Atas rencana dinaikkannya Fed Rate, tentu membuat investor asal AS di dunia global kebingungan. Mereka mulai menarik dana mereka di pasar saham Indonesia dan kembali ke AS.
Trump berencana untuk memangkas pajak perusahaan dari semula 35% menjadi 15%. Cara ini dipandangnya akan mampu meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendorong kenaikan investasi. Peningkatan belanja pemerintah, kenaikan konsumsi dan kenaikan konsumsi diklaim akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi AS.
Kiprah AS selama ini di Ekonomi Global dianggap tidak menguntungkan bagi AS sendiri, karena itu Trump berencana untuk memproteksi diri dari Ekonomi Global.
Rencana ini akan dilakukannya dengan re-negosiasi perjanjian NAFTA (pakta perjanjian perdagangan Amerika Utara) karena dinilai lebih menguntungkan Meksiko. Selain itu, ia juga berniat membatalkan perjanjian TPP yang dianggap lebih menguntungkan China dan negara-negara di Asia Pasifik.
Lebih khusus dengan China, Trump berencana menaikkan tarif impor hingga 45%. Kebijakan ini tentu akan berpotensi besar mengurangi pendapatan dari ekspor China ke AS, mengingat selama ini China banyak mengekspor produk murahnya ke AS.
Dari paparan di atas, efek Trump akan sampai juga ke Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di poin ke-2 dimana Trump berencana menaikkan Fed Rate. Meningkatnya Fed Rate akan mengurangi jumlah investor AS di Indonesia. Investor AS akan otomatis menarik dana mereka dari dunia global (termasuk Indonesia) bila Fed Rate naik.
Naiknya Fed Rate akan membuat investor AS beranggapan bahwa akan lebih menguntungkan investasi di dalam negeri ketimbang di luar negeri, dengan risiko yang lebih rendah bila dibanding menanamkan investasi di dunia global. Di pasar Indonesia fenomena ini sedang terjadi sekarang ini akibat Efek Trump.
Sementara itu, kebijakan proteksi AS terhadap China juga akan berdampak tidak langsung ke Indonesia. Selama ini daratan Tiongkok tersebut dikenal mengimpor banyak dari Indonesia. Bila ekspor ke AS oleh China berkurang karena kebijakan proteksi, maka kemungkinan Impor China dari Indonesia juga akan menurun.